Kamis, 12 Februari 2015

Realita Pertelevisian Indonesia

Hari ini ane habis pulang berburu makanan buruan, seperti biasa buat makan malam disalah satu hutan ternama di kota ane. Sebut saja hutan ‘AB’ 18 tahun korban... *salah fokus* *maap-maap*. Mari kita mulai awal yang normal Hose Armadillo, ane hari ini mau nyiapin makan malam, terus ane nonton saluran konvensional Indonesia. Berhubung ane masyarakat “Kartu Sosial”, jadi ane nontonnya pakai antena ‘NASA’ yang kalau geser 10 derajat aja, gambarnya langsung ‘megap-megap’ blur.
Mulailah ane ngutak-atik TV terus liat-liat siaran barokah dan berharap bisa tercerahkan. Dan... Dan... *ceritanya speechless, wey* yang ane dapati hanya dominasi ‘format’ yang sama dari zaman Oppung ane koleksi rakitan beiblet sampai sikat kloset dibikin edisi gantungan kuncinya, inilah dia sodara-sodara: *Duarrr duaaarrr* (pakai efek dramatis FTV low budget)

1. IKLAN
Kadang ane heran kalau nonton acara TV nasional: misalnya aja kita nonton film dubbing yang diputar 40ribu kali/tahun dengan iklan beruntun; itu Iklan yang ada film-nya atau film yang ada iklannya?
Selain ada iklan yang diulang-ulang: Dipersembahkan oleh... *sekali lagi* Dipersembahkan oleh... *sekali lagi* Dipersembahkan oleh... *udah selesai, bang?*, udah kayak pita kaset lawas “Gelas-gelas Duralex” Nia Daniati yang kelilit bayangan masa lalu *lho?*. Ditambah yang agak disesalkan kenapa selalu iklan rokok yang keren-keren dan punya pesan lebih kuat dibandingkan dengan iklan susu atau iklan provider, yang tentu saja lebih dekat dengan anak muda. Ane jadi punya ide, tolong ente bayangin, misalnya iklan rokok bertema anak muda di-combine dengan iklan susu remaja, nah kan jatohnya jadi iklan rokok rasa vanilla! *gitu doang? oke garing, next...*
2. SINETRON
Sinetron Indonesia itu punya ‘kelebihan’ yang sama: sama-sama ‘lebihin’ episode-nya sampai minimal 2 juta episode, itu sinetron apa inflasi rupiah. Sama-sama ‘lebihin’ tokoh antagonisnya, selain lebih tebal bedaknya biasanya lebih tebal rencana busuknya. Sama-sama di lebih-‘lebihin’ hidayah berjamaahnya, noh! *nunjuk naga-naga azab kubur*
Ditambah ciri-ciri Sinetron Indonesia yang udah terlalu mainstream:
(1) Pemeran utamanya biasanya anak orang kaya yang jatuh cinta sama orang syusyah yang cakep, biasanya sih penyakitan (kalau gak Leukimia, pasti Tumor Otak stadium 4). Ngenesnya lagi yang meranin jadi sang Dokter adalah produk gagal casting, jangankan bicara soal penjabaran medis, membaca saja sulit.
(2) Tokoh utamanya mati karena 3 hal bangke: Dibunuh berencana, Diracun rumput/serangga, atau didorong kejurang (untung gak ke semak-semak). Kita pikir udah tewas, eh seminggu lagi muncul kembarannya Amnesia *Akoh dimana? Kamoh siapah?*.
(3) Memperebutkan laki-laki yang gak seberapa, kadang ditemukan dengan wajah ‘mengharukan’. *Gak ada Lakih laen apa!*
(4) Ceritanya selalu berkutat di balas dendam atau perebutan harta. Dan merebut harta perusahaan multinasional adalah perkara mudah; contoh: “Lihat saja, mas Bram, akan kurebut harta keluarga Projo... mmmahahhaha!!!”, udah tau endingnya kan?.
(5) Tokoh utamanya adalah juga si cengeng yang dijelek-jelekin paksa, dibully, digoreng lalu ditiriskan *eh* Onta yang anoreksia juga tau tuh tokoh utama jauh lebih mulus dibanding orang-orang borju-paksa yang nge-bully.
(6) Kalau mobil “pick up” lewat pasti teriak “AAAAKKKK”. Supaya apa? Supaya ada yang dorong nyelametin kepinggir jalan, terus tatap-tatapan mesum?
(7) Tolong ente jangan tanya ane perihal judul sinetron kita yang... *ah sudahlah, ente sudah paham*

Bukan hanya kenaikan BBM yang punya efek domino, sinetron alay juga. Tontonan-tontonan ini bisa bikin remaja kita (kadang termasuk ane sih) jadi rentan galau karena keseringan disuguhi adegan “Mamah-Papah” padahal usia masih “Sekolah Dasar-dan Menengah”, dikehidupan sehari-hari. Ngeri juga liat bocah SD yang mojok stress karena: Liat orang pegangan tangan, galau!, liat becek depan rumah, galau!, liat bangkai lalat, galau!. Padahal kalau zaman ane SD, satu-satunya yang bikin galau kalau perkalian 7 yang diulang-ulang sampai adzan maghrib gak kelar-kelar ngapalinnya. *Emak udah megang pukulan kasur*

3. PROGRAM TV
Yang paling booming itu biasanya Reality Show/Talk Show, acara Quiz/Musik, atau juga ‘Idol Wannabe’. Tidak sedikit program-program diantaranya ‘latah-latahan’; ngikutin tetangga yang ratingnya tinggi terus bikin format yang sama di stasiun mereka, walhasil beragam makhluk bisa masuk TV dengan alasan popularitas dan bukan kualitas yang seharusnya menjadi konsumsi publik. Bahkan independensi program acara berita aja gak sedikit yang dimasuki kepentingan kekuasaan. *Kok serius gini?*
Mulai dari acara musik yang udah bermetaformosis jadi acara gosip, isinya didominasi kumpulan bocah-bocah ‘anarkis’ yang kalau nyanyi sulit dibedakan dia demo Upah Buruh atau Buruh yang gak dikasih Upah *Sama aja bedebyaaah kiss emoticon . Ada juga acara Talk show yang jadi tempat buka aib para selebriti, yang secara tidak langsung ‘mendidik’ masyarakat untuk buru-buru men-judge orang lain, ini pasti ulah ‘Gorgom’!. Ditambah program TV yang berisi artis karbitan yang kemudian diketahui adalah hasil pencampuran dari korosi besi ditambah uap air *apaan cobak* (yang remedial... yang remedial...).
Tapi kengenesan itu tidak akan lebih komplit ngenesnya jikalau tanpa penonton alay (Yeah!). Ituloh yang suka joget-joget dan komat-kamit yang kedua gerakan absurd itu diadaptasi dari siklus alam penularan “Antraks” yang bikin mual, pusing, tidak nafsu makan, suhu badan meningkat, muntah berwarna coklat atau hitam, IP dibawah 2.0, serta internet lelet dimalam minggu *Nngggg?*. Tujuan dihadirkannya mereka adalah untuk meramaikan acara, emang jadinya ramai kok, ramai buangeeeeet :’)
Disadari atau tidak, Televisi adalah media “hipnotis” paling ampuh yang menampilkan pola pikir penerimanya yang tidak lain adalah kita sendiri sebagai masyarakat. TV kita sudah tidak jujur untuk benar-benar menampilkan realita yang “meng-Indonesia-kan” Indonesia sendiri. TV adalah kita.
Kalau ente-ente semua gak terima sama list ini, silahkan ente bisa bikin list ‘tandingan’. Tapi tolong jangan digugat ke MK, ribet!.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar