Hari ini ane habis pulang berburu makanan buruan, seperti biasa buat
makan malam disalah satu hutan ternama di kota ane. Sebut saja hutan
‘AB’ 18 tahun korban... *salah fokus* *maap-maap*. Mari kita mulai
awal yang normal Hose Armadillo, ane hari ini mau nyiapin makan malam,
terus ane nonton saluran konvensional Indonesia. Berhubung ane
masyarakat “Kartu Sosial”, jadi ane nontonnya pakai antena ‘NASA’ yang
kalau geser 10 derajat aja, gambarnya langsung ‘megap-megap’ blur.
Mulailah ane ngutak-atik TV terus liat-liat siaran barokah dan berharap
bisa tercerahkan. Dan... Dan... *ceritanya speechless, wey* yang ane
dapati hanya dominasi ‘format’ yang sama dari zaman Oppung ane koleksi
rakitan beiblet sampai sikat kloset dibikin edisi gantungan kuncinya,
inilah dia sodara-sodara: *Duarrr duaaarrr* (pakai efek dramatis FTV low
budget)
1. IKLAN
Kadang ane heran kalau nonton acara TV
nasional: misalnya aja kita nonton film dubbing yang diputar 40ribu
kali/tahun dengan iklan beruntun; itu Iklan yang ada film-nya atau film
yang ada iklannya?
Selain ada iklan yang diulang-ulang:
Dipersembahkan oleh... *sekali lagi* Dipersembahkan oleh... *sekali
lagi* Dipersembahkan oleh... *udah selesai, bang?*, udah kayak pita
kaset lawas “Gelas-gelas Duralex” Nia Daniati yang kelilit bayangan masa
lalu *lho?*. Ditambah yang agak disesalkan kenapa selalu iklan rokok
yang keren-keren dan punya pesan lebih kuat dibandingkan dengan iklan
susu atau iklan provider, yang tentu saja lebih dekat dengan anak muda.
Ane jadi punya ide, tolong ente bayangin, misalnya iklan rokok bertema
anak muda di-combine dengan iklan susu remaja, nah kan jatohnya jadi
iklan rokok rasa vanilla! *gitu doang? oke garing, next...*
2. SINETRON
Sinetron Indonesia itu punya ‘kelebihan’ yang sama: sama-sama
‘lebihin’ episode-nya sampai minimal 2 juta episode, itu sinetron apa
inflasi rupiah. Sama-sama ‘lebihin’ tokoh antagonisnya, selain lebih
tebal bedaknya biasanya lebih tebal rencana busuknya. Sama-sama di
lebih-‘lebihin’ hidayah berjamaahnya, noh! *nunjuk naga-naga azab kubur*
Ditambah ciri-ciri Sinetron Indonesia yang udah terlalu mainstream:
(1) Pemeran utamanya biasanya anak orang kaya yang jatuh cinta sama
orang syusyah yang cakep, biasanya sih penyakitan (kalau gak Leukimia,
pasti Tumor Otak stadium 4). Ngenesnya lagi yang meranin jadi sang
Dokter adalah produk gagal casting, jangankan bicara soal penjabaran
medis, membaca saja sulit.
(2) Tokoh utamanya mati karena 3 hal
bangke: Dibunuh berencana, Diracun rumput/serangga, atau didorong
kejurang (untung gak ke semak-semak). Kita pikir udah tewas, eh seminggu
lagi muncul kembarannya Amnesia *Akoh dimana? Kamoh siapah?*.
(3) Memperebutkan laki-laki yang gak seberapa, kadang ditemukan dengan wajah ‘mengharukan’. *Gak ada Lakih laen apa!*
(4) Ceritanya selalu berkutat di balas dendam atau perebutan harta. Dan
merebut harta perusahaan multinasional adalah perkara mudah; contoh:
“Lihat saja, mas Bram, akan kurebut harta keluarga Projo...
mmmahahhaha!!!”, udah tau endingnya kan?.
(5) Tokoh utamanya adalah
juga si cengeng yang dijelek-jelekin paksa, dibully, digoreng lalu
ditiriskan *eh* Onta yang anoreksia juga tau tuh tokoh utama jauh lebih
mulus dibanding orang-orang borju-paksa yang nge-bully.
(6) Kalau
mobil “pick up” lewat pasti teriak “AAAAKKKK”. Supaya apa? Supaya ada
yang dorong nyelametin kepinggir jalan, terus tatap-tatapan mesum?
(7) Tolong ente jangan tanya ane perihal judul sinetron kita yang... *ah
sudahlah, ente sudah paham*
Bukan hanya kenaikan BBM yang punya
efek domino, sinetron alay juga. Tontonan-tontonan ini bisa bikin remaja
kita (kadang termasuk ane sih) jadi rentan galau karena keseringan
disuguhi adegan “Mamah-Papah” padahal usia masih “Sekolah Dasar-dan
Menengah”, dikehidupan sehari-hari. Ngeri juga liat bocah SD yang mojok
stress karena: Liat orang pegangan tangan, galau!, liat becek depan
rumah, galau!, liat bangkai lalat, galau!. Padahal kalau zaman ane SD,
satu-satunya yang bikin galau kalau perkalian 7 yang diulang-ulang
sampai adzan maghrib gak kelar-kelar ngapalinnya. *Emak udah megang
pukulan kasur*
3. PROGRAM TV
Yang paling booming itu
biasanya Reality Show/Talk Show, acara Quiz/Musik, atau juga ‘Idol
Wannabe’. Tidak sedikit program-program diantaranya ‘latah-latahan’;
ngikutin tetangga yang ratingnya tinggi terus bikin format yang sama di
stasiun mereka, walhasil beragam makhluk bisa masuk TV dengan alasan
popularitas dan bukan kualitas yang seharusnya menjadi konsumsi publik.
Bahkan independensi program acara berita aja gak sedikit yang dimasuki
kepentingan kekuasaan. *Kok serius gini?*
Mulai dari acara musik
yang udah bermetaformosis jadi acara gosip, isinya didominasi kumpulan
bocah-bocah ‘anarkis’ yang kalau nyanyi sulit dibedakan dia demo Upah
Buruh atau Buruh yang gak dikasih Upah *Sama aja bedebyaaah kiss emoticon
. Ada juga acara Talk show yang jadi tempat buka aib para selebriti,
yang secara tidak langsung ‘mendidik’ masyarakat untuk buru-buru
men-judge orang lain, ini pasti ulah ‘Gorgom’!. Ditambah program TV
yang berisi artis karbitan yang kemudian diketahui adalah hasil
pencampuran dari korosi besi ditambah uap air *apaan cobak* (yang
remedial... yang remedial...).
Tapi kengenesan itu tidak akan
lebih komplit ngenesnya jikalau tanpa penonton alay (Yeah!). Ituloh yang
suka joget-joget dan komat-kamit yang kedua gerakan absurd itu
diadaptasi dari siklus alam penularan “Antraks” yang bikin mual, pusing,
tidak nafsu makan, suhu badan meningkat, muntah berwarna coklat atau
hitam, IP dibawah 2.0, serta internet lelet dimalam minggu *Nngggg?*.
Tujuan dihadirkannya mereka adalah untuk meramaikan acara, emang jadinya
ramai kok, ramai buangeeeeet :’)
Disadari atau tidak, Televisi
adalah media “hipnotis” paling ampuh yang menampilkan pola pikir
penerimanya yang tidak lain adalah kita sendiri sebagai masyarakat. TV
kita sudah tidak jujur untuk benar-benar menampilkan realita yang
“meng-Indonesia-kan” Indonesia sendiri. TV adalah kita.
Kalau
ente-ente semua gak terima sama list ini, silahkan ente bisa bikin list
‘tandingan’. Tapi tolong jangan digugat ke MK, ribet!.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar